PAMEKASAN, Madura Hari Ini | Di tengah arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan Indonesia menjadi kekuatan pangan dunia, Kabupaten Pamekasan justru menghadapi ancaman serius dari maraknya pembangunan pabrik rokok yang diduga berdiri di kawasan pertanian produktif, bahkan di area yang masuk Lahan Sawah Dilindungi (LSD) serta Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Fenomena ini disorot tajam oleh aktivis Lembaga Pemuda Penggerak Perubahan (LP3), Misbahol Munir, atau yang akrab disapa Rahul. Ia menilai bahwa tumbuhnya industri pabrik rokok di kawasan pertanian bertentangan langsung dengan cita-cita besar pemerintah pusat dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
“Kita semua tahu Presiden Prabowo ingin Indonesia menjadi pusat pangan dunia. Tapi di bawah, di daerah, yang terjadi justru sebaliknya: lahan sawah dilindungi diubah menjadi pabrik rokok. Ini jelas mengkhianati visi nasional,” ujar Rahul, Minggu (7/11/2025).
ADVERTISEMENT
.
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut LP3, lemahnya pengawasan tata ruang membuka peluang besar penyimpangan lokasi industri. Pamekasan masih belum memiliki RDTR lengkap untuk seluruh wilayah, sehingga proses perizinan diduga hanya mengandalkan surat pernyataan mandiri dari pemohon di OSS.
Kondisi ini membuat pemerintah daerah tidak memiliki instrumen memadai untuk memverifikasi apakah pabrik rokok berdiri di zona yang benar atau justru melanggar aturan tata ruang.
“Ketiadaan RDTR di luar Perkotaan Pamekasan Pusat membuat izin industri bisa meleset ke mana saja. Akibatnya, banyak pabrik rokok berpotensi berdiri di LP2B yang seharusnya dilindungi penuh,” kata Rahul yang juga merupakan ketua Gen-Z Pamekasan.
Ia menegaskan bahwa alih fungsi sawah menjadi industri tidak hanya mematikan ekosistem pertanian lokal, tetapi juga menggerus kapasitas produksi pangan nasional. Rahul menilai masalah ini tidak bisa dianggap persoalan administratif biasa, melainkan ancaman struktural terhadap masa depan pembangunan pangan Indonesia.
“Satu hektare sawah hilang berarti produksi pangan hilang selamanya. Kalau sawah-sawah yang tersisa malah berubah jadi pabrik rokok, apa jadinya masa depan pangan? Bagaimana Indonesia mau memimpin dunia dalam produksi pangan kalau daerahnya sendiri tidak disiplin?” tegasnya.
Rahul menilai pertumbuhan pabrik rokok yang tidak terkendali adalah simbol lemahnya sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah. Di pusat, pemerintah berbicara soal kedaulatan pangan; di daerah, lahan pangan justru terkonversi diam-diam demi kepentingan industri.
“Inilah yang kami sebut ironi pembangunan. Presiden bicara pangan, tapi di daerah lahan pangan dikorbankan demi pabrik rokok. Jika tidak dihentikan, ini akan menjadi bumerang besar bagi Indonesia,” ujarnya.
LP3 mendesak DPRD dan pemerintah daerah melakukan audit lokasi seluruh pabrik rokok yang ada, memastikan kesesuaiannya dengan RTRW, serta menghentikan seluruh proses perizinan baru di kawasan yang berpotensi melanggar LP2B atau LSD.
“LP2B itu bukan istilah teknis—itu benteng terakhir pangan kita. Pabrik rokok tidak boleh berdiri di atas masa depan bangsa,” tutup Rahul.
LP3 menegaskan akan terus mengawal isu ini sebagai bentuk dukungan terhadap visi besar Presiden Prabowo sekaligus upaya melindungi ruang produksi pangan bagi generasi mendatang.
Penulis : Redaksi











